Teman, Sekutu
atau Musuh?
Karya : MUHAMMAD BAYU DWITAMA
Pada saat itu
gelap, tiada cahaya dimana pun, lalu…perlahan demi perlahan namun pasti cahaya
menyinari mataku…ya tepat, itu pada saat saya baru bangun tidur di pagi hari.
Cerita
yang singkat namun cukup menyedihkan, inilah kisahku. Pagi hari itu telah
diumumkan secara pasti bahwa kami akan mengikuti Ujian Akhir Semster (UAS)
untuk kelas 9 besok lusa, namun saya tidak terlalu mengkhawatirkan hal tersebut
karena pada saat itu uas seakan hanyalah diangga sebagai ujian seadanya,
materinya seadanya dan usaha juga seadanya, kenapa?ya…karena kami akan
menghadapi Ujian Nasional (UN) dan Ujian Penerimaan Siswa Baru (PSB) untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi yaitu SMA. Pada saat
pengumuman tersebut diberikan, saya masih berada di dalam barisan, karena pada
saat itu hari sabtu dan kami senam pagi seperti biasanya.
“ hai, yu… “ panggil seseorang dari
belakangku.
“ hahhh…ooo…hai mang… “ sapaku dan
ternyata yang menyapaku adalah seseorang yang cukup penting bagiku pada saat
itu, sebut saja Mrs.R.
“ besok UAS kan…?bagaimana persiapan
UASnya yu? “ tanyanya.
“ iya kita lusa UAS…ehmmm…seperti biasa
tapi kalau UAS kali ini aku kurang semangat karena tidak lagi jadi bahan
pertimbangan masuk SMA dan kita sebentar lagi kan mau UN lagi pula jika
dibandingkan dengan semester sebelum-sebelumnya materinya hanya sedikit dan
hanya berulang-ulang saja dari semester sebelumnya jadi,santai aja lah… “
jawabku dengan panjangnya.
“ benar juga ya…tapi jangan begitu ini
masilah sebuah ujian dan harus kita hadapi dengan sepenuh hati dan semangat
yaaa.... “ jawabnya dengan menyemangatiku.
“ iya…iya…cerewet banget sih… “ jawabku
dengan sedikit jengkel dan bercanda.
“ tapi kalau bayu sihhh…mau belajar atau
tidak tidak akan jauh beda nilainya aku rasa...
“ potongnya oleh salah satu teman kami yang bernama ayu dan sempat
membuatku kaget karena muncul dari belakangku seperti hantu…
“ hahhhh..dasar kamu sep ngagetin
aja…nggek lah pasti beda jadinya kalau saya tidak belajar…btw…septi kan juga
sama pintarnya dengan ku malah lebih pintar…kalikkk… “ sapaku dengan gaya
bercandaku yang biasanya.
“ huhhh…dasar mamang bayu… “
teetttt…belum sempat septi menjawapnya dan bel masuk pun berbunyi…
“ bel masuk sudah berbunyi tuh…ayo
kalian masuklah kelas kalian masing-masing jangan mejeng di sini lagi “ tegur
oleh salah satu guru di dekat kami.
“ ok pakkkk… “ jawab kami dan kamipun
kembali ke kelas kami masing-masing.
Hari
UAS pun berlalu dan berganti ke hari yang ditunggu-tunggu dan menegangkan
yap..tepat sekali UN. UN bagaikan momok yang sangat menakut kan bagi beberapa
siswa karena akan sangat menentukan kelulusan dan apakah kita dapat masuk ke
SMA atau tidak kah suatu siswa.
Hari sebelum UN tiba….
“ hai put… “ sapaku dengan biasanya di
dekat kelas.
“ oh..hai yu… “ sapanya dengan baik
seperti biasanya.
“ btw lusa UN kan..?apa kamu tidak
siap-siap seperti belajar bareng di kelas atau perpus gitu? “ tanyakku dengan
rasa penasaran ku.
“ iya…kalau itu sih, aku sudah
siap-siapin dari jauh hari…saya sudah belajar dari 3 bulan yang lalu untuk UN
ini jadi saya hanya akan mengulangi pelajaran yang sudah saya pelajari saja. “
jawabnya dengan santainya.
“ ehhhhmmm…niat sekali ujian kali ini?
Beda dengan ujian-ujian sebelumnya…? “ jawabku dengan niat sedikit mengejek
dia…
“ hahaha…ya beda lah…ini kan UN kita
harus hadapi dengan semangat “ jawabnya dengan semangat.
“ ehhhh…semangat, serius biasanya aja
kalau ujian tanya dengan aku… “ jawabku lagi dengan mengejeknya lagi…
“ hahaha…jangan di bilang juga…jadi
malu… “ jawabnya dengan becanda dan sedikit tersapu malu.
“ kalau sudah belajar berarti kalau saya
tidak tahu bisa nanya dong… “ ujarku dengan niat sedikit mengajaknya.
“ huhhh…iya-iya, tapi jika aku tahu
jawabanya ya… “ jawabnya dengan sedikit mengeluh dan tidak setuju.
“ okok… “ seruanku.
Putri
merupakan salah satu teman yang dekat denganku dan sudah ku anggap seperti
saudaraku sendiri.
Akhirnya
hari Ujian Nasional pun dating dan ya seperti biasanya, walaupun sulit untuk
dikatakan tapi tetap saja itu realita dan seakan sudah mentradisi di beberapa
kalangan siswa, ya tepat, ada beberapa siswa yang melakukan
kecurangan-kecurangan mulai dari mencontek, ngepek, melihat kunci dll. Pada hal
mereka sudah tahu bahwa kunci yang dibagikan yang entah dari mana dapatnya
kunci tersebut belum pasti kebenarannya dan mereka juga sudah tahu bahwa paket
UN tahun ini menjadi 20 peket yang artinya tidak ada satu pun siswa yang
memiliki soal yang sama. Dan seperti biasanya siswa-siswa tersebut banyak yang
bertanya pada orang-orang yang memiliki rank atas di kelas.
Memang
sedikit sulit dipercaya namun, saya termasuk salah satunya.
“ hei…hei..yu… “ sapa putrid dengan
lembutnya dan melempar sebuah kertas.
“ apa? “ saya menjawab.
“ itu.. “ jawabnya lagi
“ itu..? “ seruku dengan bingungnya.
“ kertas di bawahmu… “ jawabnya dengnan
sedikit kesal.
“ ohhhh… “ kesahku
ketika saya
baca…seperti yang telah kita ketahui. Dia bertannya beberapa nomor dari soal
yang soalnya mirip dengan peketku, yaaa…saya jawab-jawab aja lah pertannyaannya
tersebut dengan harapan jikalau saya tidak bisa nanti dia akan membantuku juga.
Selang hari ke
hari, dia pun hampir di setiap mata pelajaran yang di ujikan bertanya. Saya
hampir kesal dibuatnya, namun, saya tetap menjawab setiap pertanyaannya. Dan
sampai hari akhit ujian di mana mata pelajaran yang aku tidak sukai di ujikan
dan merupakan mata pelajran kesukaan putrid dan disini lah harapan ku bermula.
“ Put besok jikalau saya tidak tahu di
jawab ya pertanaay saya…dari kemarin kamu juga bertanya kepadaku kan…dan kamu
kan juga jago dan pinter b.inggris..ok “ ujarku dengan penuh harapan.
“ okok “ di jawabnya dengan sentainya
dan dengan sedikit menggerutu.
Mentari
pagi menyinari mataku lagi dari jendela yang letaknya pesis di samping tempat
tidurku, ya tepat persis di samping tempat tidurku yang membuat mataku perih
dan silau karenanya. Aku pun bangun dengan harapan baru dari mentari untuk menjenjang
masa depan yang lebih baik dan berharap hari ini aku dapat menjalankan ujian
kali ini dengan lancar. Aku pun bersiap-siap untuk pergi ujian dan pergi dengan
do’a dan harapan mentari baru yang menyinari hari ini dengan melalui jalanan
yang indah, rerumputan yang hijau, pohon-pohon yang lebat, suara gemericik air
yang bak suara biola di telingaku, ya, benar pada saat itu saya berada di hutan
belantara karena motor saya sedang digunakan oleh orang tua saya jadi saya
harus jalan kaki dari rumah.
Ujian
pun telah dilaksanakan dan ada beberapa soal yang tidak dapat aku jawab
yaaa…sebenarnya sedikit banyak sih. Lalu, say bertannya denga putrid.
“ hei..hei…putriiiiiiii…. “ sapaku
dengan perlahan, tapi dia tidak menjawabnya bahkan menoleh pun tidak.
“ Putrriiiiiiiii… “ penggil saya dengan
sedikit kesalnya tapi, masih perlahan dan seperti suara bisikan-bisikan. Lalu
saya kesal dan memanggilnya dengan kesal.
“ woi…putri… “ sapaku dengan kerasnya.
Tentu saja itu sampai terdengar sampai ke pengawas bahkan suasana kelas berubah
seketika olehku.
“ yang dibelakang harap tenang, jangan
mencontek, kerjakan sendiri “ tegur si pengawas tersebut.
Aku masih belum
menyerah walaupun sedikit malu tadi akibat hal tersebut, dan yang paling tidak
dapat aku terima adalah puri hanya menoleh dengan seakan angkuhnya ke
hadapanku. Namun, saya masih tetap berusaha walaupun hal tersebut sedikit
membuatku kesal. Kali ini saya melemparkan sepucuk kertas kepadanya. Namun,
lagi-lagi seakan tidak bergeming dia tidak menoleh ataupun membaca kertas
tersebut. Untuk yang kedua kalinya saya pun melemparkan sebuah kertas
kehadapannya dan kali ini tepat jatuh di depan matanya. Aku sangat berharap dia
menjawabnya namun, berlawanan dengan apa yang aku harapkan dia malah melaporkan
hal tersebut kepada pengawas dan untuk yang kedua kalinya saya di tugur oleh
pengawas dan ini merupakan teguran terakhir untukku.
Saya begitu
kesal dan jengkel dengan si putrid tersebut. Selesai ujian pun saya lengsung
menjumpainya.
“ heii putri…kenapa kamu melakukan hal
tersebut hahh…kamu kan sudah janji denganku “ sapaku dengan kasarnya.
“ janji?ya, saya saya memang janji
seperti itu tapi saya tidak bilang di dalam janjiku tersebut bahwa saya akan
memberikan jawaban soal tersebut say hanya berkata “ iya-iya jikalau saya tahu
jawabannya “ dan tidak berarti saya mau.
“ tapi…tapi…kamu selama ini sudah
bertanya kepadaku hampir semua ujian dari awal kita sekelas sampai sekarang…dan
kamu juga sudah janji…memang hal tersebut tidak kamu katakana tapi kamu kan
bisa mengerti maksud perkataan ku waktu itu “ jawabku dengan kesal dan
tercengang.
“ hahhh…itu sih salah kamu…kamunya mau…lagian
kalau mau pintar ya belajar lah…sudah ya saya mau pergi dulu banyak
kerjaan…saya mau mempersiapkan pesta kelulusan dengan teman-teman saya, oh ya
kalau kamu mau kamu bisa ikut…tapi ikut bantuin nyuci dan beres-beres…hahaha… “
jawabnya dengan angkuh dan dengan sombongnya yang selangit.
“ sial…sial…sial…K****** si putri itu,
dasar putri as****e… “ gerutuku seperti bisik-bisik di lorong kelas yang sudah
mulai sepi.
Lalu, datanglah seseorang dari
belakangku…
“ kamu kenapa yu? “ tanyanya
“ diam kau… “ jawabku dengan kasarnya “
ohh kamu R “
“ kamu ini kenapa sih, marah-marah gak
jelas gitu? “ Tanya ayu kepadaku.
“ oh..tidak, tidak ada apa-apa kok…sudah
dulu ya, aku mau pulang dan istirahat “ cakapku dengan lebutnya.
“ ehh…ya sudah, tapi hati-hati ya “
jawab R dengan perhatiannya kepadaku.
Sesampainya dirumah, tempat yang
bisanya indah bak tambang emas milikku sendiri dengan tempat berbaring dan duduk
yang nyaman bagaikan sedang berada di surga. Seketika berubah menjadi tempat
yang sangat panas dan geresang untuk ditempati…yaa karena pada saat waktu itu
siang soalnya jadi panas.
“
kenapa-kenapa “ ujarku dalam hati “ senyumannya, perlakuannya tersebut
kepadaku, kebaikannya salama ini kepadaku bak kakakku sendiri…semua itu
hanyalah bohong belaka “ ujuraku lagi dengan kecewanya dalam hati.
Untuk
beberapa datik, menit bahkan jam aku
berpikir “ apakah setiap orang yang aku kenal dan baik kepadaku selama ini
hanya lah kebohongan keji belaka yang mereka lakukan hanya untuk kepentingan
mereka dan apa itu sebenarnya teman, shabat, pacar apakah mereka sekutu atau
musuh? Keluarga, apakah itu hanyalah kata-kata belaka tanpa ada makna sedikit
pun? Apakah aku benar-benar mempunyai teman untuk bisa dipercayai lagi atau
semua ini hanyalah ilusi dalam ilusi yang membelengguku dalam dimensi yang
mengerikan yang mereka sebut dengan KEBOHONGAN “
“
jadi, siapa sebenarnya yang bersamaku selama ini? Apakah mereka hanyalah boneka
dari kebohongan ini belaka “ pertanyaan tersebutlah yang muncul di benakku pada
saat itu. Lalu, aku teringat akan satu hal yang pernah dikatakan orang tua ku “
jangan pernah mengandalkan orang lain, percayalah pada dirimu sendiri dan
jangan pernah bergantung pada orang lain, biarkan orang lain yang bergantung kepadamu,
karena kamu adalah BINTANG BESARNYA DISINI “
Dan
mulai saat itu hampir tidak ada yang bisa saya percayai, yang ada hanyalah
saya, keluargaku dan ALLAH SWT. Dan bagiku teman hanyalah sebutan belaka tidak
lebih dan belum ada sesuatu yang
benar-benar aku anggap teman dalam arti yang sesungguhnya.
Mulai
saat itu saya hidup dengan satu pedoman :
“ jangan
pernah mengandalkan dan bergantung pada orang lain, bergantunglah dan
andalkanlah diri kalian sendiri atau kalian akan terjebak dalam dimensi yang
kita bisa sebut dengan KEBOHONGAN “